A. Pengertian
Shalat
Asal makna
shalat menurut bahasa arab ialah ”Doa” tetapi yang di maksud di sini ialah
shalat yang tersusun dari beberapa pekerjaan dan perbuatan itu yang dimulai
dengan takbir dan di sudahi dengan salam yang hal itu harus memenuhi beberapa
syarat yang ditentukan. Allah berfirman dalam surat At-Ankabut ayat 4.5.
واقم الصلاة ان الصلاة تنهى عن الفحساء
والمنكر (العنكبوت)
Dan dirikanlah
shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar.[1]
Sedangkan
menurut Hasbi Ash Shiddieqy menegaskan bahwa pengertian shalat adalah doa
memohon kebajikan dan pujian. Sehingga jika ada kata-kata yang berbunyi ”shalat
Allah SWT kepada Nabinya” artinya pujian Allah SWT kepada Nabinya, pengertian
ini di fahami oleh orang Arab sebelum islam yang hal itu berada di dalam
Al-Qur’an (Q.S. 9:103).
Menurut
bahasa, shalat berarti do'a sedang menurut syara' berarti menghadap jiwa dan raga kepada
Allah; karena taqwa hamba kepada tuhannya, mengagungkan kebesarannya dengan khusyu'
dah ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Menurut cara-cara dan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ
Artinya:
"Dan dirikanlah shalat, keluarkanlah zakat, dan
tunduklah/ruku'lah bersama-sama orang-orang yang ruku ".(Q.S. Al-Baqarah :43).
وَأَقِمْ
الصَّلَاة إِنَّ الصَّلَاة تَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاء وَالْمُنْكَر وَلَذِكْرُ
اللَّه أَكْبَر “
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan – perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah –
ibadah yang lain). (Al-‘Ankabut:45)
Shalat adalah ibadah yang paling
utarna untuk membuktikan keislaman seseorang. Islam memandang shalat sebagai
tiang agama dan inti sari islam terletak pada shalat, sebab dalarn shalat
tersimpul seluruh rukun agama. Oleh karena itu amalan shalat ini perlu sekali
ditanamkan dalam jiwa anak-anak oleh setiap orang tua. Harus melatih anaknya
untuk mengerjakan shalat dan
memerintahkannya kala mereka berusia 7 tahun. Anak harus diperintah umtuk
mengerjakan shalat dengan keras bila mereka telah mencapai usia 10 tahun.
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع واضربو هم عليها وهم ابنا عشر.(رواه ابو
داود)
Artinya
: Dari amri bin Syuaib dari ayahnya, dari neneknya. Nabi bersabda perintahlah
anak-anakmu mengerjakan shalat di waktu usia mereka meningkat 7 tahun dan
(dimana perlu) pukullah mereka meningkat 10 tahun. (H.R.
Abu Dawud).
B. Yang Sunnat
Dilakukan Sebelum Shalat
Adapun yang
sunah dilakukan ketika seseorang tersebut hendak melakukan atau melaksanakan
shalat ialah ketika waktu sampai pada waktunya yang biasanya di tandai dengan
kumandang adzan, maka seorang hamba wajib melaksanakan shlat tersebut.
Adzan memiliki
arti ”memberitahukan” yang dimaksud disini ialah ”memberitahukan bahwa waktu shalat
telah tiba dengan lafaz yang ditentukan oleh syarat”. Dalam lafaz adzan itu
terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagai
akidah, seperti adanya Allah yang Maha Besar bersifat Esa, tidak ada sekutu
bagi0Nya; serta menerangkan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan allah yang cerdik
dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa
tidak ada tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita diajak
menanti perintahnya, yakni mengerjakan shalat, kemudian diajaknya pula pada
kemenangan dunia dan akhirat. Akhirnya disudahi dengan kalimat tauhid.[2]
Adzan
dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan menyerukan
untuk melakukan shalat berjamaah. Selain itu untuk mensy iar agama islam di
muka umum. Allah telah berfirman dalam surat Al-Jumuah ayat 9 sebagai berikut :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِىَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٲلِكُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ (٩
”Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah (shalat) dan tingglkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Al-Jumu’ah: 9).
C. Syarat Wajib
Shalat dan Syarat Shah Shalat
- Syarat Wajib Shalat
Kewajiban
shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat-syarat yaitu, islam,
balig, berakal, dan suci.
Orang kafir
tetap berdosa karena tidak mengerjakan shalat, sebagaimana ditunjukkan oleh
ayat :
مَا سَلَڪَكُمۡ فِى سَقَرَ (٤٢) قَالُواْ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ (٤٣)
”Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam saqar (neraka)?” Mereka menjawab: ”Kami dahulu tidak
termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat”.
(Al-Muddatstsir : 42-43).
Akan tetapi,
mereka tidak dituntut melakukannya sebab shalat itu tidak sah dilakukan oleh
kafir. Jika seorang kafir masuk islam, kewajiban shalat sebelumnya menjadi
gugur dan ias tidak dituntut mengqada’ shalat msa kafirnya.
Orang murtad,
jika masuk islam kembali, wajib mengqada’ shalat yang tinggal selama murtadnya,
sebab kewajiban shalat itu tidak gugur oleh kemurtadannya.
Anak-anak dan
orang yang hilang akal karena gila atau sakit, tidak wajib melakukan shalat
berdasarkan sabda Rasulullah saw :
رفع
القلم عن ثلاث عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يعقل
Idiangkat qalam
dari tiga orang; orang tidur sampai terjaga, anak-anak sampai dewasa, dan ornga
gila sampai ia sadar kembali. (HR. Abu Daud dan Tirmidiy).
Orang yang
sedang haid atau nifas tidak wajib shlat, bahkan tidak sah melakukannya sesuai
dengan hadis ”A’isyah;
كنا
نحيض عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر فنؤمر بقضاء الصوم ولانؤمر
بقضاءالصلاة
Kami haid, di
sisi Rasulullah saw., kemudian suci kembali, lalu kami disuruhnya mengqada’
puasa dan tidak disuruh mengqada’ shalat.
Jika orang yang
memenuhi persyaratan ini tidak melakukan shalat, karena tidak mengakui
kewajibannya, maka dengan demikian ia telah menjadi kafir dan wajib dihukum
bunuh sebagai orang murtad. Sedangkan orang yang tetap mengakuinya sebagai
kewajiban, tetapi tidak melakukan karena malas atau alasan lainnya, para ulama
berbeda pendapat tentang hukumannya.
Ahmad ibn
Hanbal, Ishaq, dan Ibn Al-Mubarak berpendapat bahwa orang tersebut telah
menjadi kafir dan wajib dibunuh sebagai orang kafir. Malik, Abu Hanifah, dan
Syafi’i, berpendapat bahwa orang tersebut masih tetap sebagai orang muslim,
tetapi ia berdosa besar, dan wjib di hukum bunuh. Berbeda denganpendapat yang
pertama, hukuman ini dipandang sebagai had atas kesalahannya meningglkan
shalat. Menurut Ahl Al-Zair, orang yang meninggalkan shalat dikenakan hukuman
ta’zir,yakni dipenjarakan sampai ia melakukan shalat.
- Syarat Sah Shalat
Shalat dianggap
sah menurut syara’ apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu yaitu
:
a. Suci badan dari
hadats dan najis
Dalam hal ini
sebelum melakukan shalat seseorang harus bersuci dari hadats besar maupun
kecil, dengan mandi, wudhu’, atau tayammum sesuai dengan keadaannya
masing-masing. Keharusan bersuci ini didasarkan atas beberapa dalil ayat
Al-Qur’an yang tertera dalam syrat Al-Maidah ayat 5:6 yang artinya :
Hai orang-orang
yang beriman, pabila kamu hendak mengerjakan shalat, mka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,.........(Al-Maidah/5:
6).
Jika seseorang
melakukan shalat tanpa bersuci dari hadats, baik dengan sengaja maupun terlupa,
maka shalatnya menjadi batal sebab syarat-syarat tidak terpenuhi lagi.
Selain suci
dari hadats juga disyaratkan suci badan, pekaian dan tempat shalat dari najis
berdasarkan beberapa dalil sebagai berikut : Ayat Al-Qur’an
:
وثيابك فطهر
Dan pakaianmu
bersihkanlah (Al-Muddatstsir/ 74:4).
Hadits :
اذا اقبلت الحيضة فدعى الصلاة واذا ادبرت فاغتلي وصلى
Apabila datang
haid maka tinggalkanlah shalat, dan apabila hid itu telah pergi mka basuhlah
darah itu darimu dan shalatlah.
Ayat dan hadits
ini menunjukkan keharusan menyucikan badan dari najis, sedangkan keharusan
kesucian pakaian diambil dari perintah Rasul saw. Untuk mencuci pakaian yang
terkena darah haid.
b. Menutup Aurat
Dengan Pakaian yang Bersih
Menurut lughat,
aurat berarti kekurangan, cacat, dan sesuatu yang memalukan. Menutup aurat itu
wajib dalam segala hal, di dalam dan di luar shalat.
Kewajiban
menutup aurat di dalam shalat termasuk hal yang disepakati (ijma’) ulama’, dan
juga didasarkan pada hadits Rasul saw .: yang artinya :
Allah tidak
menerima shalat perempuan yng telah dewasa kecuali dengan memakai khimar,
kerudung. (HR. Tirmiziy).
Bahan penutup
aurat itu mestilah cukup tebal dan rapat sehingga dapat menutupi warna kulit
dari pandangan.
Orang yang
benar-benar tidak mendapatkan pakaian untuk menutup auratnya dibolehkan shalat
dalam keadaan telanjang; shalatnya sah dan tidak mesti diulang lagi.
Adapun
batas-batas aurat yang wajib ditutupi itu, bagi laki-laki ialah pusat dengan
lutut, sedangkan bagi perempuan iaolah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua
telapak tangannya.
Menurut Ahmad
ibn Hanbal, aurat laki-laki hanyalah qubul dan duburnya, tetapi seluruh tubuh
perempuan adalah aurat, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu Hanifah,
telapak kaki perempuan tidak termasuk aurat.
c. Mengetahui
Waktu Shalat
Persyaratan ini
harus terpenuhi dengan benar-benar mengetahui masuknya waktu berdasarkan
tanda-tanda seperti yang telah dijelaskan terdahulu, atau melalui ijtihad.
Ijtihad yang dimaksudnkan dapat berupa perkiraan waktu berdasarkan kegiatan
tertentu, seperti membaca wirid atau pelajaran, menulis, menjahit, atau
pekerjan lainnya. Dapat juga dengan memperhatikan tanda-tanda lain seperti
kokok ayam, suara azan, posisi bintang-bintang, perhitungan waktu shalat dengan
menggunakan rumus-rumus ilmu falak dan sebagainya. Orang yang tidak sanggup
berijtihad karena tidak mengetahui tanda-tanda terkait dapat bertaqlid
mengikutu ijtihad orang lain.[3]
d. Menghadap
Kiblat
Para ulama
telah ijma’ mengatakan bahwa tidak sah shalat tanpa menghadap qiblat. Orang
yang melakukan shalat harus menghdap dadanya ke qiblat. Yang hal ini tertera
dalam nas Al-Qur’an yang berbunyi :
Palingkanlah
wajahmu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu
kearah qiblat. (Al-Baqarah/2: 144).
D.Rukun Sholat
Tentang rukun shalat ini dirumuskan
menjadi 13 perkara:
1. Niat,
artinya menyegaja di dalam hati untuk melakukan shalat.
Sabda
Nabi Muhammad s.a.w.:
انما
الأعمال بالنيات
2.
Berdiri, bagi orang yang kuasa
;(tidak dapat berdiri boleh dengan duduk tidak dapat duduk boleh berbaring).
3. Takbiratul
iliram, membaca "Allah Akbar", Artinya Allah maha Besar.
4. Membaca
Surat Al-fatihah.
5.
Rukun' dan thuma'ninah artinya
membungkuk sehingga punggung menjadi sama datar dengan leher dan kedua belaah tangannya memegang
lutut.
6. I'tidal dengan thuma'ninah.
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah.
8. Duduk diantara dua sujud dengan
thuma'ninah.
9. Duduk untuk tasyahud pertama.
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi .
12. Mengucap salam yang pertama.
13. Tertib.
Keterangan:
Thuma'ninah yakni berhenti sejenak sekedar ucapan
“subhanallah”.
E.Hal-hal
yang Membatalkan Sholat
Adapun
hal-hal yang membatalkan shalat, ialah
1.
Berhadats
kecil maupun besar.
2.
Terkena
najis yang tidak bisa dimaafkan.
3.
Berkata-kata
dengan sengaja selain bacaan shalat.
4.
Sengaja
meninggalkan sesuatu rukun atau syarat shalat tanpa `udzur.
5.
Tertawa
berbahak-bahak.
6.
Bergerak
tiga kali berturut-turut.
7.
Mendahului
Imam sampai dua rukun.
8.
Murtad,
yakni keluar dari Islam.
F.Perbuatan
yang Makruh Dalam Sholat
Perbuatan-perbuatan
yang makruh didalam shalat ialah
1.
Menahan
hadats.
2.
Melihat
kekanan / kekiri.
3.
Meludah
kemuka, ke kanan atau ke kiri.
4.
Memalingkan
muka.
5.
Memejamkan
mata.
6.
Menutup
mata rapat-rapat.
7.
Melihat
ke arah langit.
8.
Terangkat
kepalanya atau menurunkannya dengan sangat di waktu ruku
9. Menahan telapak
tangannya dilengan bajunya ketika sedang takbiratul'ihram, ruku atau sujud.
10. Bertolak pinggang ; yakni meletakkan
kedua tangannya di atas pinggang.
11. Shalat di kuburan atau biara / gereja.
G. Shalat yang
Wajib di Lakukan Oleh Mukalaf
Shalat yang
wajib bagi tiap-tiap dewasa (mukallaf) yang berakal sehat ialah lima kali
sehari semalam, yakni shalat dhuhur, ashar, mghrib, isya’ dan subuh yang hal
ini berkumpul semuanya sebagai kesatuan hanya pada ajaran dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. Dan kefardhoan shalat yang lima wktu itu di turunkan malam isro’
malam 27 buln rajab tahun 3 bulan terhitung semenjak Muhammad diangkat menjadi
Rasul.[4]
H. Struktural
Shalat Nabi
Berangkat dari sebuah hadits yang
berbunyi :
صلواكمارأيتمواني أصلي
Yang mempunyai
arti “Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat“.
Hadits tersebut
mencerminkan, beliau sangat khawatir, kepada umatnya, tidak lagi mampu
melakukan shalat sebagaimana pernah dikerjakannya, tentu beliau dalam melakukan
shalat tidak saja sekedar jungkar-jungkir tanpa mempunyai makna yang dalam bagi
kahidupannya, sehingga secara teori dengan gamblang diterangkan bahwa shalat
adalah ibadah yang utama dan sebagai penentu seluruh amalan lainnya.
Agar tingkat
kekhawatiran Rasulullah saw tidak menjadi kenyataan, dibawah ini diterangkan
bagaimana shalat pernah dilakukan beliau secaa utuh dan bernilai bagi
kehidupan.
Pertama, shjalat
berbentuk struktural, yaitu shalat wajib yang dilakukan lima kali sehari
semalam, yaitu subuh, dhuhur, ashar, maghrib dan isya’ yang dimulai dari takbir
dan diakhiri dengan salam. Adapun di luar itu bersifat sunnah, baik yang muakkat
maupun yang sunnah biasa.pembahasan disini dikhususkan pada masalah shalat
wajib, dan dampak siklus rutinitas sehari-hari, sehingga terbentuk kehidupan
manusia proaktif dan berkembang secara dinamis menuju kehidupan yag lebih baik.
Shalat
struktural merupakan bentuk shalat vertikal, yaitu hablum minallah
(hubungan manusia dengan Tuhan Allah swt). Sedangkan shalat struktural ada tiga
pokok utama sebagai satu paket yang harus dilakukan secara utuh, yaitu : Wudhu,
shalat dan do’a.[5]
- Wudhu
Wudhu menurut
bahasa indonesia, mensucikan diri sebelum shlat dengan membasuh muka, tangan,
sebagian kepala dan kaki. Sedangkan menurut bahasa Arab, berasal dari kata wadhua-wudhuuan,
yang berarti bersih. Jadi wudhu adalah bersuci atau membersihkan anggota badan
sesuai dengan syari’ah islam yang telah ditentukan.
Pelaksanaan
wudhu dilakukan atas dasar perintah Allah swt:’ Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata
kaki dan jika kamu junub, maka mandilah dan jika kamu sakit atai dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus/WC) atau menyentuh
perempuan, lalu jika kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak akan
menyulitkan kamu tetapi dia hendak memberishkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu supaya kamu bersyukur“.
- Shalat
Shalat
struktural yang pernah dilakukan Nabi saw dengan urutan sebagai berikut :
1. Takbir
Shalat langsung
diawali dengan takbir, sebab dasaat mau mengambil ir wudhu, otomatis pada waktu
itu niat shalat telah berlaku, sebab wudhu yang dilakukan memang diperuntukkan
niat untuk shalat. Setelah wudhu dengan sempurna, langsung berdiri menghadap ke
kiblat dan takbir.
2. Iftitah
Setelah takbir
dengan sempurna dalam posisi sendekap, langsung membaca do’ iftitah. Do’a
ini banyak jenisnya, sebab Nabi saw pernah melakukan berbagai macam. Pelaku
shalat dapat memilih slah satu diantara yang ada, sesuai dengan kelonggaran
waktu yang dimiliki, apabila waktunya panjang, dapat memilih yang panjang dan
sebaliknya jika waktunya sempit, boleh memilih yang pendek.
3. Membaca
Al-Fatihah dan Salah Satu Surat Al-Qur’an
Setelah selesai
membaca do’a iftitah, langsung membaca al-fatihah dan posisi gerakannya tetap
seperti disaat iftitah. Membaca al-fatihah ini mutlak, sebagaimana sabda Nabi
saw :
عن
عبادة بن الصامت قال, قال رسول الله صلعم لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القران
Dari ‘Ubadah
bin Shamid, i berkata : Telah bersabda Rasulullah saw.: Tidak ada shlat (tidak
syah) bagi orang yang tidak membaca ummul Qur’an (Al-Fatihah) (HR. Bukhari
Muslim).
Setelah selesai membaca
Al-Fatihah, langsung membaca salah satu surat atau ayat Al-Qur’an dan posisi
gerakannya sama (sendekap) sebagaimana disaat membaca Al-Fatihah. Usahakan
memilih surat atau ayat yang difahami maknanya agar dapat menjiwai disaat
membaca, adapun panjang pendek surat (ayat) disesuaikan dengan kelonggaran
waktu.
4. Ruku’
Setelah selesai
membaca salah satu surat (ayat), lalu takbir “Allahu Akbar”, dan
langsung badan membungkuk hingga kedua tangan diletakkan pada kedua lutut kaki.
Adapun bacan yang pernah dilakukan Rasulullah saw juga banyak jenisnya,
dibolehkan memilih salah satu, sesuai kelonggaran waktu. Do’a tersebut sebagai
berikut :
a. Do’a ruku’ yang
pernah dibaca Rasulullah saw :
سبحان
ربي العظيم
Maha suci
Tuhanku, tuhan yang Maha Besar (HR. Muslim dan Ashabus Sunan).
Rasulullah saw,
kadang-kadang berlama-lama ruku’ membaca do’a sepuluh kali tsbih ini, kadang
lebih dari itu dan sekurang-kurangnya 3 kali, sebab kalau ada keperluan beliau
menyegerakan shalatnya.
5. I’tidal
Setelah ruku’ dilakukan
dengan sempurna, lalu bangun sambil mengangkat tangan sebagaimana cara
bertakbir, kemudian tangan lurus dengan badan dan bacaannya sebagai berikut :
سمع
الله لمن حمده
Mudah-mudahan
Allah mendengar pujian orang-orang yang memuji-mujinya (HR. Bukhari,
Muslim, Ahmad, Abi Daud dari Ali ra).
6. Sujud
Setelah membaca
do’a I’tidal langsung bersujud dengan cara meletakkan kedua lututnya terlebih
dulu ke depan, kemudian baru meletakkan kedua tangannya di samping kiri-kanan
kepala dan jari-jari tangan rapat sama dengan di saat takbir.
7. Duduk di antara
dua sujud
Setelah sujud
selesai dengan sempurna, lalu duduk iftirasy dengan cara melipatkan kaki
kiri dan meletakkan punggung (pantat) atasnya serta menegakan kaki kanan serta
menghadapkan ujung-ujung anak jari ke kiblat.
8. Duduk takhiyat atau
tasyahud
Setelah selesai
semua prosesi rakaat pertama dan kedua, langsung duduk takhiyat atau tasyahud
dengan cara kaki kiti diletakkan di bawah kaki kanan, sebagaimana posisi duduk
diantara dua sujud dan ia genggam tangannya dengan isyarat telunjuknya.
9. Salam (takhiat
akhir)
Selesai tasyahud
akhir langsung salam, dengan cara menoleh kekanan dan kekiri sambil membaca :
السلام
عليكم ورحمة الله
- Do’a
Adapun do’a
yang sering Rasulullah baca ketika selesai shalat ialah sebagai berikut :
«لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ، وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا
مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الجَدِّ مِنْكَ الجَدُّ» (صحيح البخاري)
«اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ
السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ» (صحيح مسلم)
Setelah slesai
seluruh prosesi shalat yang mulai dari takbir hingga salam, kemudian membaca
do’a-do’a sesuai dengan contoh Rasulullah saw atau dapat juga ditambah asalkan
riwatnya sah. Do’a sesuadah shalat yang pernah dilakukan Rasulullah saw,:
„Tidak ada Tuhan
kecuali Allah sendiri, tiada sekutu baginya, kepunyaan-Nyalah sekalian kerajaan
dan bagi-Nyalah sekalian pujian dan ia di atas sesuatu amat berkuasa. Wahai
Tuhan yang tidak ada yang bisa menghlangi apa yang engkau beri dan tidak ada
yang bisa menarik manfaat dari padamu untuk si kaya“ (HR.
Muttafaqun’Alaih). “Wahai Tuhanku, aku berlindung kepadamu dari pada
kebakhilan dan aku berlindung kepadamu dari pada ketakuta, dan aku berlindung
dari padamu daripada umur yang pikun dan aku berlindung kepadamu daripada
percobaan hidup dan aku berlindung kepadamu dari azab kubur“ (HR. Bukhari).
“Wahai Tuhan, tolonglah aku untuk dapat mengingatmu dan berterima kasih
kepadamu dan beribadah yang baik kepadamu“ (HR. Abu Daud, Ahmad dan
An-Nasa’i).
·
Perbedaan Laki-laki Dan Perempuan
Dalam Shalat
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Merenggangkan kedua siku tangannya dari kedua
lambungnya waktu ruku’ dan sujud.
Waktu ruku’ dan sujud mengangkat perutnya
dari pahanya.
Menyaringkan suaranya /bacaanya dikeraskan di
tempatr keras.
Bila member tahu sesuatu Membaca Tasbih, yakni
‘Subhaanallah’
Auratnya barang antara Pusar dan lutut.
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Merapatkan satu anggota kepada anggota lainnya.
Meletakan perutnya pada dua tangan/ sikunya ketika
sujud.
Merendahkan suaranya/ bacaanya dihadapan laki-laki
lain yang bukan muhrimnya.
Bila memberitahu sesuatu dengan bertepuk
tangan,yakni tangan kanan ditepukkan ke punggung telapak tangan kiri.
Auiratnya seluruh anggouta tubuh kecuali bagian
muka dan kedua telapak tangan
|
·
Hal-hal Yang Mungkin Dilupakan
Dalam
melaksanakan shalat mungkin ada hal-hal yang terlupakan misalnya;
1. Lupa melaksanakan yang Fardhu
Bila
yang terlupakan itu fardhu
maka tidak cukup diganti dengan sujud
sawi bila ia ingat ketika sedang shalat, maka haruslah cepat-cepat ia
melaksanakannya. Bila ingat setelah salam, sedang jarak waktunya masih
sebentar, wajiblah baginya mengulangi (menunaikan) apa yang terlupakan, lalu
sujud sawi (sujud sunah karena lupa) sebelum salam.
2. Lupa melaksanakan sunah Ab’adh,
Jika yang terlupakan itu sunah ab-adh, kita tidak
perlu mengulangi apa yang terlupakan itu,kita meneruskan shalat itu sampai
selesai, dan sebelum salam kita disunahkan sujud sahwi.
3. Lupa melakksanakan Sunah hai’at
Jika
yang terlupakan itu sunah hai’at, maka tidak perlu diulangi apa yang
terlupakan itu dan tidak perlu sujud sahwi.
Sujud
sahwi itu hukumnya sunah, dan letaknya sebelum salam, dikerjakan dua kali
sebagaimana sujud biasa.
Apabila
orang bimbang atau ragu tentan bilangan jumlah raka’at yang telah dilakukan,
haruslah ia menetapkan dengan yakin, yaitu yang paling sedikit dan hendaklah ia
sujud sahwi.
·
Beberapa Pelajaran dari Kewajiban
Shalat
a. Shalat merupakan syarat menjadi taqwa.
Taqwa merupakan hal pyang penting dalam islam karena
dapat menentukan tingkah laku manusia, orang-orang yang betul-betul taqwa tidak
mungkin melakukan perbuatan keji dan mungkar, dan salah satu syarat orang yang
betul-betul taqwa adalah mendirikan shalat sebagaimana firman tuhan dalam
surat Al-Bakarah ayat; 43,dan 110, Surat Al- Ankabut ayat; 45,dan surat
An-Nuur, ayat; 56 .
b. Shalat merupakan benteng kemaksiatan
Shalat
sebagai benteng kemaksiatan artinya Shalat dapat mencega perbuatan keji dan
mungkar. Semakin baik kwalitas shalat seseorang maka semakin efektif pula
benteng pertahanannya untuk memelihara dirinya dari perbuatan maksiat.
c. Shalat mendidik perbuatan baik dan jujuur
Shalat akan mendidik perbuatan baik seseorang apabila
dilaksanakan secara khusuk. Banyak orang-orang yang shalat celaka, karena lalai
akan shalatnya.
Selain mendidik perbuatan baik Shalat juga mendidik
perbuatan jujur dan tertib, orang yang mendirikan shalat dengan baik tidak
.mungkin meninggalkan syarat dan rukunnya, karena apabila salah satu syarat
atau rukunnya ditinggalkan maka shalatnta akan batal atau tidak sah.
d. Shalat akan membangun etos kerja
Sebagaimana
keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah
orang-orang itu baik atau buruk, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di
tempat dimana mereka bekerja. Apabila ia melaksanakan shalat dengan khusuk dan
ikhlas karena Allah, maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja, mereka
tidak akan melakukan koropsi atau tidak jujur dalam bekerja melaksanakan tugas.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan-pembahasan di atas dapat kami simpulkan beberapa hal sebagai berikut
:
v Shalat ialah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan
dan perbuataan yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam.
v Azan merupakan sebuah pemberitauan terhadap orang muslim
untuk melaksanakan perintah Allah, yakni shalat yang hal itu merupakan sebuah
kesunnahan sebelum melaksanakan shalat.
v Shalt merupakan suatu kewajiban bagi ummat islam, akan
tetapi ketika seseorang hendak melksanakan shalat ada beberapa hal yang harus
di penuhi dalam pelaksanaan shalat tersebut yakni, islam, baligh, dan suci
ketika empat syarat tersebut tidak tepenuhi maka gugurlah shalat seseorang itu.
v Shalat merupakan salah satu interaksi antara Tuhan dengan
hambanya, kan tetapi shalat di anggap sah ketika terpenuhi syarat shah shalat,
yang di antaranya ialah suci bdan, dari hadats dan najis.
v Shalat yang wajib di wajibkan oleh tiap mukallaf ialah
dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.
v Shalat struktural merupakan bentuk shlat vertikal, yaitu
hablum minallah sedangkan shalat struktural ada tiga pokok utama sebagai satu
paket yang harus dilakukan secara utuh yaitu, wudhu’, shalat dan do’a.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid Sulaiman, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1994).
Nasution Lahmuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1999).
As’ad Aliy, Fathul Mu’in (Kudus : Menara Kudus,
1979 M).
Abdul Karim Nafsin, Menggugat Orang Shalat Antara Konsep
dan Realita (Mojokerto : C Al-Himah, 2005).
0 komentar
click to leave a comment!
EmoticonEmoticon