Manusia Adikuasa pada bulan Januari tahun 1883 terlahir di tepi sungai, di bawah tekanan cuaca dingin yang membekukan. Hujan deras turun sejak pagi, matahari tak sempat menampakkan diri karena awan hitam terus menyelubungi langit. Dalam cuaca dingin seperti itu, tak ada tempat yang paling menyenangkan selain kamar yang hangat, terlindung dari hujan dan dingin. Tetapi rumah yang ada di tepi sungai itu tak cukup untuk menghangatkan badan.
Dia, meski kondisi tubuhnya sudah rapuh, tetap bertahan dalam cuaca dingin di dalam rumahnya. Kerapuhan tubuhnya telah mengakibatkan dirinya hilang ingatan, dan berkali-kali masuk rumah sakit. Setelah sembuh dia langsung menulis. Karena menulis baginya adalah terapi untuk penyembuhan jiwanya. Dan pada saat hujan menderas mengguyur bumi, dia mampu melahirkan Ubermensch. Sosok yang lahir dengan selamat dalam keadaan dirinya yang sedang sakit. Bahkan konon kabarnya
karya Ubermensch-nyalah yang membuatnya bugar, memiliki keseimbangan, dan memberinya usia yang lebih panjang.
Prolog
Warna langit yang gelap, matahari dijerat oleh kemelut awan bergumpal-gumpal yang dibawa oleh angin dingin, membekukan seluruh lintasan yang dilaluinya dan bila manusia yang merasakannya badan yang dialiri darah itu terasa beku, dingin menyayat saraf. Kadang deru angin itu terdengarkencang, menyeret rerumputan kering, ranting-ranting pohon bahkan atap rumah ke angkasa, tanpa arah dan tanpa tujuan. Berputar di udara hingga angin mereda. Tungku perapian hampir tak bisa difungsikan. Angin terlalu kencang, menerobos celah-celah dalam rumah. Menebarkan gigil dingin ke sekujur badan.
Suram dan gelap di ruangan itu. Seorang yang sakit tersandar di kursinya yang sudah tua dan rapuh. Menatap langit-langit ruangannya yang sempit. Tidak mempedulikan terpaan angin dingin yang menerobos celah-celah di atas jendela dan pintu rumahnya. Tangannya mengisap rokok buatan Gudang Garam dari Kediri. Sesekali tangannya menggapai-gapai, menghapus asap. Kemudian jatuh kembali ke sisi tubuhnya yang lunglai. Asap rokok itu mengepul ke udara, berwarna putih menyelubungi kegelapan yang pekat di ruang hampa yang dingin. Lampu minyak berkedip-kedip hendak padam, tapi tak juga padam. Sinarnya remang di sore hari yang masih jauh untuk disebut malam. Jam di tangannya menunjukkan angka tiga. Masih jauh dari senja tapi kegelapan sudah merambat ke seluruh ruangan itu.
Helaan nafasnya terdengar seperti keluhan sorang yang sedang membawa beban yang sangat berat. Ia terus mengisap rokok Gudang Garamnya. Tak jauh dari tempatnya duduk, sebuah meja tua dari kayu saman, di atasnya terserak lembaran-lembaran kertas yang tak selesai. Sebuah mesin ketik tua yang sudah rapuh dan bunyinya sangat keras bila sedang dipakai menunggunya untuk digunakan.
Menyelesaikan sebuah cerita. Tetapi ia belum menemukan plot yang pantas untuk ceritanya itu. Ide sudah mendesaknya untuk menekan tuts mesin ketik itu. Masih ada yang belum lengkap, itulah yang membuatnya tetap berdiam diri di atas kursinya. Mengisap rokok sepuasnya. Ruangan yang gelap itu berubah warna dan aromanya. Asap putih terus mengepul dari bibirnya, membuat warna baru bagi ruangan itu dan bau tembakau terasa menyengat bagi yang tak terbiasa dengan asap rokok.
Jarum jam di tangannya sudah menunjuk angka lima. Dua jam berlalu, tanpa ada perubahan. Ia masih tetap menunggu. Rokoknya sudah habis. Puntung-puntung rokok tertumpuk dalam asbak gelas bekas kopi.
Dia akan segera lahir. Wajahnya berubah menegang, giginya terdengar gemeretak. Tangannya dikepalkan, kakinya ditendangkan ke depan. Tubuhnya meregang. Helaan nafas terdengar lebih keras dari yang pertama. Sesuatu sudah masuk dalam kepalanya. Ia berdiri. Esok semuanya harus sudah selesai. Dia harus sudah lahir dan menjadi hantu yang menakutkan yang terus gentayangan di muka bumi, tetapi dikenang sepanjang jaman. Bahkan setelah ia mati sekali pun. “Ubermensch”.
Kertas yang terserak di atas meja ia singkirkan semuanya. Tinggal geletak mesin ketik tuanya yang ada di atas meja. Lampu minyak sinarnya diperbesar. Bergoyang-goyang diterjang angin. Ia mengambil satu rim kuarto yang tertata di rak buku, tak jauh dari meja. Satu kertas dimasukkan kedalam as mesin ketik. “Pletak” bunyi itu terdengar sangat nyaring dalam cuaca dingin dengan deru angin yang kencang. Ia terus menekan tuts mesin ketiknya, bunyi “pletak-pletuk” berulang beberapa kali. Suara itu berhenti untuk waktu yang cukup lama, lima belas menit. Ia mendesah, matanya terpaku ke atas kertas yang sudah merangkai tiga kata, “Manusia Adikuasa Lahir”. Setelah lima belas menit berlalu. Suara mesin ketik tua itu mengalun lancar. Kata demi kata tercetak dengan rapi di atas kertas kuwarto putih. Kalimat-kalimat yang akan menjadi ispirasi di jaman yang ia sendiri mungkin sudah mati.
Sinar lampu minyak yang bergoyang diterpa angin tak membuatnya berhenti menekan tuts mesin ketiknya. Bahkan ia tak lagi melihat tuts mesin ketik maupun lembaran kertasnya. Hanya bla ia mendengar sebuah ketukan panjang dari mesin ketik itu, ia akan berhenti dan segera mengganti kertas. Terus bekerja tanpa peduli pada ruang dan waktu yang semakin lama semakin tidak bersahabat dengan tubuhnya yang sakit. Sesekali terdengar desahan nafasnya.
Di luar sudah gelap. Gelap yang sesungguhnya, malam merayap kekedalamannya yang paling gelap, sunyi mencekam dan menakutkan diiringi deru angin yang membawa gerimis dari ujung langit, menebarkan udara dingin yang membekukkan tubuh. Ia tetap menekan tuts mesin ketiknya. Tak boleh berhenti bahkan sampai pagi. Manusia Adikuasa akan lahir dan tidak boleh dibiarkan menggantung di rahim pikiran. Dia harus segera keluar ke atas kertas dan menjelma menjadi bayangan atau bahkan hantu bagi siapa pun yang membacanya. Ia tak memikirkan apapun selain keinginannya yang kuat untuk segera melahirkan “Ubermensch”.
Ia sakit, tapi ia tak ingin mengatakan kesakitannya dalam tulisannya itu. Ia ingin mengatakan bahwa ada Manusia Adikuasa yang mampu melakukan segalanya dan tidak pernah mati karena melakukan apapun. Memberikan penjelasan tentang hidup dan mati yang sering dihadapi oleh setiap manusia biasa. Mengatakan kepada seluruh umat manusia bahwa seluruh manusia yang lahir di muka bumi ini dapat menjadi manusia adikuasa yang tak mengenal mati dan tak mengenal derita dalam hidupnya. Mati dan derita yang biasa dialami oleh manusia biasa.
Drama keabadian dimulai dari sini. Di hadapan matahari dan bulan dan malam dan siang dan langit dan bumi dan KAU. Orang-orang tercinta yang hidup dan mati demi dan karena cinta.
0 komentar
click to leave a comment!
EmoticonEmoticon